Sabtu, 07 Februari 2015

Laporan Akhir Fisiologi Hewan



Laporan  Akhir
FISIOLOGI HEWAN
Disusun oleh

Kelompok III

UNIT I

logo iain.jpg



JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2014/2015

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
FISIOLOGI
HEWAN
Disusun Oleh  :

UNIT I
KELOMPOK :  III
DEVI SUSANTI                   NIM: 281223092
DESSRI WAHYUNI                        NIM: 281223096
LISNA YANTI                     NIM: 281223094
INDRI YETTI                      NIM : 281223093
SRI AYU FITRIA                NIM: 281223097
                
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh,

    Koordinator                                                                            Asisten  Meja


   Ernilasari, S.Pd.I                                                                      Rosita, S.Pd. I

Dosen Pembimbing

Ayu Nirmala Sari, S.Pd. M. Si
KATA PENGANTAR

BISM-2

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH swt yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya dan shalawat dan salamaa kedapa nabi kita Muhammad saw, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Laporan  ini diharapkan mampu membantu penulis dan mahasiswa lainnya dalam memperdalam mata kuliah “Fisiologi Hewan” dalam kegiatan belajar.
Kami berharap laporan ini dapat memenuhi persyaratan dan bisa diterima oleh masyarakat banyak. Meskipun laporan ini masih jauh dari suatu nilai kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan kami dengan segenap kesadaran diri penulis sangat mengharapkan saran dan kritik para pembaca yang dapat membantu kami untuk lebih memahami pengkajian ini.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen, Laboran, Koordinator, Asisten Meja dan para pembaca yang sudah berkenan membaca laporan ini dengan tulus ikhlas. Semoga laporan ini bermanfaat, khususnya bagi kami, mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Biologi dan pembaca umum lainnya. Amin.


Banda Aceh,  12 Januari 2015

                                                                       
                                                                                                         Penulis

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan................................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................... iii
Percobaan I   : Difusi dan Osmisis............................................................................. 1
Percobaan II  : Pencernaan Enzimatis (Kerja Enzim Saliva)...................................... 7
Percobaan III : Sensori (Indera Pengecap)................................................................ 14
Percobaan IV : Kecepatan Respirasi pada Ikan......................................................... 18
Percobaan V  : Toleransi Hewan terhadap Salinitas.................................................. 25
Percobaan VI : Sel Darah Merah pada berbagai Konsentrasi Garam........................ 32
Percobaan VII: Kontraksi Otot Rangka pada berbagai Intensitas Rangsangan
(Rangsangan Tunggal dan Rangsangan Berturut-turut)................... 39
Daftar Pustaka......................................................................................................... 44
 

PERCOBAAN : I
I.          Judul Praktikum             : Difusi dan Osmosis
II.       Tanggal Praktikum         : 18 November 2014
III.   Tujuan Praktikum          : 1. Untuk dapat mengetahui proses berlangsungnya
difusi.
2. Untuk dapat mengetahui perose berlangsungnya
osmosis.
IV.    Dasar Teori                      :
Pergerakan molekul-molekul antara satu sama lainnya yang terjadi secara terus menerus di dalam cairan, atau gas dinamkan difusi. Selain itu, difusi juga disebut sebagai proses berpindahnya zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang rendah. Ion-ion berdifusi dengan cara yang sama seperti molekul, dan malahan partikel koloid suspense berdifusi dalam arah yang sama, kecuali karena ukurannya yang sangat besar. Hal ini akan menyebabkan pertikel koloid akan berdifusi secara lambat.[1]
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusivitas diantaranya adalah suhu dan kadar air. Semakin tinggi tingkat difusivitas air, maka semakin mudah melewatkan air (masuk/keluar). Hal ini dapat dilihat pada proses perendaman kacang merah. Difusivitas air yang tinggi ada proses perendaman kacang merah akan mengakibatkan kadar air kacang merah akan semakin tinggi, sehingga dapat berpengaruh pada pertambahan berat dan dimensi. Selain itu, pada suhu yang tinggi juga akan menyebabkan penyerapan air lebih tinggi.[2]
Penelitian mengenai difusi pada membran kulit berfungsi untuk mengetahui bagaimana fluks obat melintasi kulit. Untuk mengkaji difusi pada membran kulit dapat digunakan suatu membran buatan yang menyerupai sifat kulit seperti selulosa asetat, karet silikon, isopropil miristat atau membran cangkang telur. Di dalam penelitian ini digunakan membran yang dibacam dngan digunakan cairan spanger. Hal ini dilakukan karena komponen di dalam cairan spanger menyerupai kondisi kulit manusia. Meskipun mempunyai sifat yang menyerupai kulit, akan tetapi bahan-bahan tersebut tidak memiliki sifat yang sekompleks kulit yang sebenarnya.[3]
Osmosis adalah difusi saring molekul melalui membran permeable salektif, yaitu membran yang tidak dapat dilewati secara bebas oleh semua zat terlarut yang ada. Zat yang tidak dapat berdifusi harus memiliki konsentrasi yang lebih tinggi di suatu sisi membran dibandingkan pada sisi lainnya. Pada proses osmosis air akan bergerak menembus membrane dari area berkonsentrasi air tinggi ke area konsentrasi air lebih rendah. Osmosis molekul air ke dalam larutan yang lebih kental (konsentrasi air lebih rendah) meningkatkan volume tekanan hidrolisis air.[4]

V.       Alat dan Bahan              :
a.       Alat                            :
1.      Pipa kapiler berskala
2.      Gelas beker
3.      Petridist
4.      Alat bedah
b.      Bahan                                    :
1.      Benang
2.      Usus katak
3.      Telur ayam
4.      Larutan yudium 500 ml
5.      Larutan glukosa 500 ml
6.      Asam asetat pekat
7.      Larutan sukrosa/garam 10%, 15%, 20% dan 25%
8.      Aquadest

VI.    Cara Kerja                     :
A.    Difusi
1.      Usus katak dipotong, kemudian dibersihkan dari makanan yang ada di dalamnya.
2.      Diisi larutan glukosa di dalam usus tersebut, kemuadian di bagian permukaannya diikat dan di bagian luar dibersihkan smpai bersih.
3.      Diambil cawan petridist, diisi dengan larutan yodium, kemudian usus tersebut diletakkan di atas larutan tersebut.
4.      Diamati perubahan yang terjadi.
B.     Osmosis
1.      Direndam telur ayam dengan asam asetat pekat selama 48 jam sebelum percobaan, diambil selaput dalam telur dengan hati-hati lalu dicuci.
2.      Diikat selaput telur tersebut pada pipa berskala/pipa osmometer, kemudian diisi larutan sukrosa/garam masing-masing dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, dan 25%.
3.      Rangkaian alat tersebut diletakkan di dalam gelas beker yang telah diisi dengan aquadest.
4.      Diamati perubahan yang terjadi.













VII. Hasil Pengamatan          :
Gambar          : Pipa osmometer (Larutan Sukrosa 20%)




















Keterangan    :
1.      Pipa osmometer
2.      Gelas beker
3.      Benang
4.      Selaput dalam telur
5.      Statip
6.      Aquadest

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Percobaan tentang Osmosis
No.
Pengamatan/Konsentrasi
Waktu
Volume Air dalam Pipa
1.
Kelompok I/ 10%
15 menit
 
2.
Kelompok II/ 15%
15 menit
2,5 cm
3.
Kelompok III/ 20%
15 menit
5 cm
4.
Kelompok IV/ 25%
15 menit
  
5.
Kelompok V/ 30%
< 15 menit
1,25 cm

VIII.       Pembahasan              :
Berdasarkan dari hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa difusi merupakan proses perpindahan atau pergerakan molekul zat terlarut dari yang konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Proses difusi akan berlangsung secara terus menerus dan baru akan berakhir apabila molekul sudah merata dikedua daerah tersebut. Sedangkan osmosis merupakan proses perpindahan atau pergerkan molekul zat pelarut dari larutan yang berkonsentrasi zat pelarutnya tinggi menuju ke larutan yang konsentrasi zat pelarutnya rendah yang melalui membran selektif permeabel, misalnya pada membrane selaput dalam telur.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada membran selaput dalam telur yang dimasukkan larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Pada membran selaput dalam telur yang dimasukkan larutan sukrosa 10% pada 15 menit pertama volume air di dalam pipa osmometer tidak naik. Hal ini mungkin disebabkan karena pada membran selaput dalam telur tersebut masih terdapat cangkangnya. Membran selaput dalam telur yang dimasukkan larutan sukrosa 15%, pada 15 menit pertama volume air di dalam pipa osmometer akan naik menjadi 2,5 cm.
Membran selaput dalam telur yang dimasukkan larutan sukrosa 20%, pada 15 menit pertama volume air di dalam pipa osmometer akan naik menjadi 5 cm. membran selaput dalam telur yang dimasukan larutan sukrosa 25%, pada 15 menit pertama volume air di dalam pipa osmometer tidak naik. Hal ini disebabkan karena pada saat mengikat mengikat membran selaput dalam telur salah satu bagian dari selaput telur tersebut pengikatannya kurang kuat, sehingga menyebabkan masuknya udara serta menyebabakan volume air di dalam osmometer naiknya lama.
Membran selaput dalam telur yang dimasukkan larutan sukrosa 30%, volume air di dalam pipa osmometer hanya naik menjadi 1,25 cm. Hal ini disebabkan karena waktu yang diamatinya kurang dari 15 menit. Akan tetapi sebenarnya, semakin besar konsentrasi suatu larutan, maka semakin besar dan cepat pula vulome air yang naik di dalam pipa osmometer.

IX.    Simpulan                          :
1.      Volume air di dalam pipa osmemeter yang diberikan larutan sukrosa 10% pada 15 menit pertama volume airnya tidak bertambah.
2.      Volume air di dalam pipa osmometer yang diberikan larutan sukrosa 15% pada 15 menit pertama volume airnya naik menjadi 2,5 cm.
3.      Volume air di dalam pipa osmometer yang diberikan larutan sukrosa 20% pada 15 menit pertama naik menjadi 5 cm.
4.      Volume air di dalam pipa osmometer yang diberikan larutan sukrosa 25% pada 15 menit pertama voume airnya tidak bertambah.
5.      Volume air di dalam pipa osmometer yang diberikan larutan sukrosa 30% volume air naik menjadi 1,25 cm.












PERCOBAAN : II
I.          Judul Praktikum             : Pencernaan Enzimatis (kerja enzim saliva)
II.       Tanggal Praktikum         : 25 November 2014
III.   Tujuan Praktikum          : 1. Membuktikan peranan enzim pencernaan terhadap
makanan yang di makan
2. Membuktikan peranan enzim yang terdapat pada
saliva
3. Mengetahui kerja enzim saliva di keadaan asam,
basa dan netral

IV.    Dasar Teori                      :
Kelenjar ludah atau glandula saliva merupakan kelenjar penghasil air ludah atau air liur. Didalam mulut terdapat tiga pasang kelenjar ludah yaitu glandula parotis,glandula submandibularis dan glandula sublingualis. Glandula parotis berfungsi untuk menghasilkan getah berbentuk cair sedangkan glandula submandibularis dan glandula sublingualis berfungsi untuk menghasilkan getah yang mengandung air dan lendir. Pengeluaran air liur di atur oleh rangsangan saraf misalnya melalui aroma makanan,pada saat hidung mencium bau makanan sel-sel saraf sensori menyampaikan implus-implus saraf ke otak selanjutnya otak akan mengirim impuls- impuls saraf melalui saraf motor kelenjar air liur sehingga kelenjar tersebut mensekrsi air liur.[5]
Pencernaan makanan berasal di mulut dengan pelepasan air liur (saliva),berlanjut ke lambung dan sebagian besar diselesaikan diusus halus. Proses pencernaan melibatkan enzim sekretorik yang spesifik untuk berbagai makanan dan bekerja untuk menguraikan karbohidrat menjadi gula sederhana,lemak menjadi asam lemak bebas dan monogliserida serta protein menjadi asam amino hanya dalam bentuk sederhana seperti ini zat-zat gizi dapat diserap menembus usus dan digunakan oleh tubuh.[6]
Amulase adalah enzim yang berfungsi memecah tepung dan pplisakarida lainnya menjadi monosakarida,bentuk gula yang dapat diserap tubuh (amilum menjadi disakarida). Alfa amilase adalah salah satu enzim yang berperan dalam proses degradasi pati, sejenis makro molrkul karbohidrat. Alpha-amilase adalah salah satu enzim saliva utama dalam manusia dan disekresikan dari kelenjar ludah dalam menanggani terhadap rangsangan simpatis.[7]
Hagen memiliki kelenjar saliva yang dapat menghasilkan cairan liur yang pekat sampai 50% dalam kandungan abdomen selain sebagai sinyal bahaya,cairan ludah mengandung senyawa kimia yang berguna untuk antibiotik. Cairan liur (saliva) hagen adalah campuran hasil sekresi berasal dari kelenjar submaksilaris, sublingualis, parotis dan kelenjar pipi. Kelenjar parotis sedikit kaya lendirnya akan tetapi cairan parotis kaya akan enzim amilase yang lebih dikenal dengan nama ptyalin .[8]






V.      Alat dan Bahan  :

a.       Alat              :

1.      Gelas piala
2.      Corong gelas
3.      Tabung reaksi
4.      Rak tabung reaksi
5.      Penjepit
6.      Batang gelas
7.      Lampu bunsen
8.      Termometer
9.      Pipet
10.  Kaki tiga
11.  Gelas kimia
12.  Kertas gelang

b.      Bahan                      :

1.      Kertas filter
2.      Tepung beras
3.      Cracher/kapas/nasi
4.      Gula pasir
5.      Larutan JKJ
6.      Larutan Benedict
7.      Amilum
8.      Kanji
9.      NaOH
10.  HCL


VI.        Cara Kerja                   :
1.      Di buat larutan benedict
Na citrat kristal : 173 gram
NaCo3               : 100 gram
Kedua zat tersebut dilarutkan dalam 800 ml aquadest. Disarng dan di tambah kan larutan Cu (So4)2 sebanyak 17,3 gram dalam 100 ml air yang telah di saring dijadikan volume sampai 1 L.
2.      Dikunyah kapas saliva keluar sebanyak-banyaknya kemudian dituangkan pada corong gelas.
3.      Dituangkan air panas 40 c kira-kira 2 cc dan di saring fitratnya. Diisi kedalam tabung reaksi.
4.      Dimasukkan semua makanan yang telah di haluskan ke dalam tabung reaksi secara terpisah.
5.      Diurutan untuk memasukkan bahan ke dalam tabung reaksi:
a.       Tabung reaksi 1 : kanji + benedict
b.      Tabung reaksi 2 : kanji + saliva + benedict
c.       Tabung reaksi 3 : Kanji + HCL + saliva + benedict
d.      Tabung reaksi 4 : kanji + NaOH + saliva + benedict
6.      Dipanaskan air dalam gelas kimia
7.      Dimasukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia dan dipanaskan selama 2 menit
8.      Diamati dan di catat perubahan warna yang terjadi.

VII.     Hasil Pengamatan        :
Gambar          : Nasi + Saliva
Keterangan

1.      Nasi + iodin
2.      Petridist







Gambar          : Nasi + Iodin + Saliva
Keterangan


1.      Nasi + iodin + saliva
2.      Petridist









Gambar          : Kanji + Benedict
Keterangan

1.      Larutan kanji + benedict
2.      Tabung reaksi







Gambar          : Kanji + Benedict + Saliva
Keterangan

1.      Larutan kanji + saliva + benedict
2.      Tabung reaksi






Gambar          : Kanji + HCl + Saliva + Iodin
Keterangan

1.      Larutan kanji + HCl + saliva + iodine
2.      Tabung reaksi






Gambar          : Kanji + NaOH + Saliva +
Iodin
Keterangan

1.      Larutan kanj + NaOH = saliva + iodine
2.      Tabung raksi






Gambar          : Kanji + Saliva + Iodin
Keterangan

1.      Larutan kanji + saliva + iodine
2.      Tabung reaksi








VIII.  Pembahasan                 :
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan air liur atau saliva berperan dalam membantu pencernaan karbohidrat atau tepung sdah mulai dipecah sebagian kecil dalam mulut oleh enzim ptyalin. Enzim dalam air liur memecahkan amilum menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya. Air liur (saliva) disekresikan oleh tiga pasang kelenjar besar yaitu parotis,submaksilaris dan sublingualis. Air liur parotis merupakan caira hipotonis yang sangat encer dengan konsentrasi zat padat yang rendah,pada pada tabung yang berisikan amilum dan iodin kemudian tabung yang satunya lagi berisikan amilum + saliva + iodin kemudian diperoleh pada tabung yang ke dua yang di tetesi dengan saliva warnanya berubah menjadi ungu pudar sedangkan pada tabung yang pertama warnanya ungu pekat,disini di temukan bahwa emzim amilase bekerja yaitu dapat menguraikan amilum.
Tabung yang berisikan larutan saliva + amilum + iodin warnanya hijau lumut yang menandakan bahwa enzim tidak dapat menghidrolisis amilum dengan optimum karena NaOH termasuk yang memiliki konsentrasi basa sedangkan pada tabung yang berisikan larutan amilum +saliva +HCL +iodin di temukan warna putih bening dan endapan di dasar tabung yang berwarna orange menandakan bahwa enzim bekerja secara sempurna menguraikan amilum dalam saliva karena HCL memiliki konsentrasi yang asam dan dapat mempercepat kerja enzim.
Nasi yang sudah di haluskan di taruh kedalam 2 cawan petri kemudian pada petridish pertama di tetesi larutan iodin kemudian pada petridish kedua ditetesi saliva dan juga larutan iodin,diperoleh warna pada petridish pertama yaitu ungu pekat sedangkan pada petridish kedua diperoleh warna ungu pudar. Hal ini menandakan bahwa enzim amilase bekerja secara sempurna. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain adalah suhu, PH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat.

IX.        Simpulan                      :
1.      Air liur atau saliva sangat berperan dalam membantu pencernaan makanan.
2.      Saliva di sekresikan oleh tiga pasang kelenjar yaitu kelenjar parotis, sublingualis dan submaksilaris.
3.      HCL memiliki konsentrasi yang asam sehingga dapat mempercepat kerja enzim.
4.      Enzim tidak dapat menghidrolisis amilum dengan maksimal karena larutan NaOH memiliki konsentrasi yang bersifat basa.
5.      Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi enzim diantaranya suhu, PH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan Zat-zat penghambat.
PERCOBAAN : III
 I.            Judul Praktikum          : Sensoris (Indra pengecap)
 II.         Tanggal Praktikum      : 02 Desember 2014
 III.      Tujuan Praktikum       : Menunjukkan tempat pengecapan manis, pahit, asam
dan asin.

IV.    Dasar Teori                      :
Lidah memiliki peran pengatur letak makan di dalam mulut serta mengecap rasa makanan. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Penciuman dirasakan oleh saraf alfaktorius di hidung. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. [9]
            Rasa makanan ditentukan oleh rasa pengecap, yaitu reseptor indera rasa pengecap pada rongga mulut terutama pada lidah. Rasa makanan juga ditentukan oleh persepsi individu terhadap makanan tersebut. Pemenuhan kebutuhan nutrisi tubuh tergantung oleh nafsu makan yang dipengaruhi sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Pada sistem saraf pusat dipengaruhi beberapa hal antara lain memori tehadap makanan, sedangkan sistem saraf perifer ditentukan oleh reseptor indra rasa pengecap. [10]
Sel reseptor pengecap adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak lipatan permukaan atau mikrovili, sedikit menonjol melalui pori-pori pengecap untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran plasma mikrovili mengandung reseptor yang berkaitan secara selektif dengan molekul zat kimia. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor. [11]
         Empat macam rasa kecapan: manis, pahit, asam dan asin. Kebanyakan makanan memiliki cirri harum dan cirri rasa, tetapi ciri-ciri itu merangsang ujung saraf penciuman, dan bukan ujung saraf pengecapan. Supaya dapat dirasakan semua makanan harus menjadi cairan, serta harus sungguh-sungguh bersentuhan dengan ujung saraf yang mampu menerima rangsangan yang berbeda-beda. Puting pengecap yang berbeda-beda menimbulkan kesan rasa yang berbeda-beda juga. [12] 

V.     Alat dan Bahan               :
a.     Alat                             :
1.      Petridist
2.      Cutton buds
b.      Bahan                        :
1.      Buah jeruk nipis
2.      Larutan gula
3.      Larutan garam
4.      Pil kina
5.      Aquadest

VI.   Cara Kerja                       :
1.      Dimasukkan ekstrak dari masing-masing bahan percobaan ke dalam cawan petri steril.
2.      Dikumur mulut beberapa kali dengan aqua
3.      Dengan menggunakan cutton buds, dioleskan masing-masing bahan tersebut pada lidah dibagian pengecap masing-masing rasa.
4.      Diulangi beberapa kali cara diatas untuk menetukan posisi masing-masing pengecap tersebut.
5.      Dicatat hasil percobaan dari semua anggota kelompok anda pada tabel pengamatan.
6.      Diambil kesimpulan dari hasil perlakuan anda.   

VII.     Hasil Pengamatan            :
Gambar          : Lidah
Keterangan

1.      Panggkal
2.      Tepi atas
3.      Tepi bawah
4.      Ujung
5.      Papilla





Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Indera Sensori
No
Nama
Jenis Rasa/Lokasi

Pahit
Manis
Asam
Asin

U
P
TA
TB
U
P
TA
TB
U
P
TA
TB
U
P
TA
TB
1
Indri
A
C
B
B
A
A
A
A
C
B
C
C
A
B
C
B
2
Dessri
B
C
A
A
B
B
A
A
B
A
B
A
A
A
A
B
3
Sri Ayu
A
C
A
A
C
C
A
B
C
C
A
A
C
A
B
A
4
Devi
A
C
A
B
C
A
A
A
C
B
A
A
C
A
A
B
5
Lisna
C
A
B
B
C
A
A
C
B
C
B
A
A
A
C
B




















Keterangan:
1.      U   : Ujung
2.      P    : Pangkal
3.      TA : Tepi Atas
4.      C   : Sangat Terasa
5.      A   : Terasa
6.      B   : Sedang
7.      TB : Tepi Bawah  

VIII. Pembahasan                 :
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa lidah merupakan bagian penting untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor (bagian yang berfungsi untuk menangkap rangsangan kimia yang larut pada air) untuk merasakan respon rasa asin, asam, manis dan pahit. Lidah adalah organ otot lurik yang dilapisi oleh sel epitel skuamosa berlapis yang berfungsi sebagai alat pengecap dan membantu proses pencernaan (membolak-balikkan makanan). Tiap rasa pada zat yang masuk kedalam rongga mulut akan direspon oleh lidah ditempat yang berbeda-beda. Penyebab makanan terasa enak karena adanya penciuman, jadi indra pengecap berhubungan erat dengan indra penciuman.
Rasa asam, asin, pahit dan manis akan sangat terasa pada daerah-daerah tertentu. Secara teori rasa pahit terdapat di pangkal lidah, rasa asam terdapat di tepi atas lidah, rasa asin terdapat di tepi bawah lidah dan rasa manis terdapat di ujung lidah. Hasil pengamatan yang diuji pada berbagai bahan seperti pil kina(pahit), garam(asin), jeruk nipis(asam) dan larutan gula(manis). Rasa pahit dan manis diperoleh hasil sesuai dengan teori yaitu pahit terdapat di pangkal dan manis di ujung lidah, sedangkan asam dan asin tidak sesuai teori, dimana asam terdapat di ujung dan asin terdapat di tepi atas lidah.

VIII. Simpulan                       :
1.      Lidah berfungsi untuk merasakan respon rasa asin, asam, manis dan pahit.
2.      Rasa asin terdapat pada lidah bagian tepi bawah.
3.      Rasa asam terdapat pada lidah bagian tepi atas.
4.      Rasa manis terdapat pada lidah bagian ujung.
5.      Rasa pahit terdapat pada lidah bagian pangkal.




PERCOBAAN : IV
I.          Judul Praktikum             : Kecepatan Respirasi pada Ikan
II.       Tanggal Praktikum         : 9 Desember 2014
III.   Tujuan Praktikum          : Untuk melihat kecepatan repirasi hewan pada
perbedaan suhu, bobot tubuh dan luas permukan tubuh.
IV.    Dasar Teori                      :
            Pernafasan adalah proses pengikatan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida oleh darah melalui alat pernafasan. Kebutuhan oksigen ikan sangat dipengaruhi oleh umur, aktivitas, serta kondisi perairan. Semakin tua suatu organisme, laju metabolismenya juga akan semakin rendah. Selain itu, umur dan ukuran dari suatu ikan juga akan mempengaruhi kecepatan laju respirasi. Semakin  besar ukuran suatu ikan, maka jumlah konsumsi oksigen per mg berat badan semakin rendah. Selain perbedaan ukuran, perbedaan aktivitas juga dapat menyebabkan perbedaan kebutuhan oksigen.[13]
            Oksigen sangat diperlukan untuk respirasi (pernafasan) dan proses metabolism ikan serta organisme perairan lainnya. Kebutuhan oksigen untuk kehidupan ikan sangat bervariasi, tergantung pada jenis, stadium dan juga aktivitas dari ikan tersebut. Jenis-jenis ikan yang dapat mengambil oksigen dari udara (breathing fishes) dapat bertahan hidup pada keadaan oksigen terlarut di perairan rendah. Secara alami oksigen yang masuk ke dalam perairan melalui difusi langsung dari udara, hujan yang jatuh, proses fotosintesis tumbuhan-tumbuhan hijau dan melalui aliran-aliran air yang masuk. Kadar oksigen yang terlarut di dalam perairan ditentukan oleh temperatur perairan tersebut, kadar garam dan tekanan parsial gas yang terlarut di dalam air. Turunnya kadar oksigen di suatu perairan akan menghambat terjadinya proses respirasi pada ikan dan juga dapat menyebabkan kematian pada ikan secara masal.[14]
            Stres pada ikan akan menyebabkan repirasi dan metabolisme meningkat. Peningkatan metabolism akan menyebabkan hipoksia pada ikan. Hipoksia merupakan suatu kondisi dimana terjadinya kekurangan oksigen pada jaringan tubuh. Hipoksia dapat menyebabkan hormone katekolamin merangsang peningkatan membuka dan menutupnya operculum serta meningkatnya gerakan peristalitik usus pada ikan.[15]
            Pastida dapat menyebabkan kerusakan pada bagian insang dan organ-organ yang berhubungan dengan insang, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Masuknya pastida ke dalam insang pada ikan melalui kontak langsung, karena terletak di bagian luar. Kerusakan insang dapat berupa penebalan lamella, degredasi sel atau bahkan kerusakan dan kematian pada jaringan insang. Hal ini akan menyebabkan fungsi insang menjadi tidak wajar dan mengganggu prose respirasi, akibatnya akan mengganggu proses pernafasan, dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian.[16]

V.       Alat dan Bahan              :
a.       Alat              :
1.      Water bath
2.      Thermometer
3.      Tally counter
4.      Gelas beker berskala
5.      Timbangan

b.      Bahan                        :
1.      Aquadest
2.      Ikan yang berukuran kecil, sedang dan besar
3.      Es

VI.    Cara Kerja                     :
1.      Diisi aquadest ke dalam water bath, lalu diukur suhunya.
2.      Dimasukkan ikan ke dalam water bath.
3.      Dihitung gerakan insang per-menit dan dilakukan perhitungan sampai 5 menitm kemudian dicatat frekuensi tersebut.
4.      Dinaikkan suhu water bath sampai lebih tinggi dari suhu biasa atau suhu kamar, misalnya 50C. Dihitung kecetapan respirasi pada ikan tersebut.
5.      Dicatat jumlah frekuensi respirasi ikan disetiap variasi suhu di tabel yang sudah disiapkan.
6.      Ditimbang berat tubuh dari masing-masing jenis ikan.
7.      Ditentukan luas permukaan tubuh daru masing-masing jenis ikan.
8.      Diulang percobaan dengan jenis ikan yang lain.

VII. Hasil Pengamatan          :
Gamabr          : Ikan Berukuran Kecil
Keterangan










1.      Gelas beker
2.      Ikan
3.      Air
Gambar          : Ikan Berukuran Sedang
Keterangan

1.      Gelas beker
2.      Ikan
3.      Air








Gambar          : Ikan Berukuran Besar
Keterangan

1.      Gelas beker
2.      Ikan
3.      Air












Tabel 4.1 Pengamatan Laju Kecepatan Respirasi pada Ikan
No.
Perlakuan
Perlakuan
Jenis 1 (ikan berukuran kecil)
Jenis 2 (ikan berukuran sedang)
Jenis 3 (ikan berukuran besar)
I
II
III
IV
V
Rata-rata
I
II
III
IV
V
Rata-rata
I
II
III
IV
V
Rata-rata
1.
Suhu biasa (270C)
75
70
60
49
47
60,2
61
67
51
75
69
64,6
73
68
70
84
79
74,8
2.
Suhu rendah (220C)
138
109
123
114
121
121,1
66
62
89
76
86
75,8
69
84
84
75
87
79,8
3.
Suhu tinggi (320C)
160
184
194
186
190
174,8
81
100
104
100
96
96,2
120
104
103
111
100
107,6
Luas Permukaan Tubuh
18 cm
8 cm
7 cm

VIII.       Pembahasan              :
            Berdasarkan dari hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa respirasi merupakan rangkaian proses metabolisme yang melibatkan konsumsi O2 yang dibutuhkan dan diproduksi CO2 lewat permukaan tubuh. Selain itu, respirasi juga sering disebut dengan proses pertukaran gas O2 dan CO2 di dalam organ pernafasan makhluk hidup. Adapun faktor-faktor yang dapat menpengaruhi kecepatan respirasi pada ikan ada dua, yitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari ukuran dari ikan itu sendiri, luas permuakaan tubuh, serta kondisi dari ikan tersebut. Sedangkan factor eksternal terdiri dari suh, kadar oksigen dalam air, dan tegangan dari luar.
            Berdasarkan dari hasil pengamatan yang dilakukan pada ikan mas koki (Carracius auratus) dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berbeda-beda, yaitu ukurang kecil, ukuran sedang serta ukuran yang besar. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan kecepatan respirasi ikan dengan menggunakan ketiga jenis ikan tersebut yaitu ternyata ikan yang berukuran besar memiliki laju kecepatan respirasi yang cepat. Hal ini mungkin disebabkan karena terjadi kesalahan disaat melakukan perhitungan kecepatan respirasi. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh kondisi ikan yang terlalu stress, adanya tegangan dari luar, serta kurangnya kandungan oksigen di dalam air tersebut.
            Laju kecepatan respirasi yang diamati pada ketiga ikan yang memiliki ukuran yang bebeda, seharusnya menghasikan bahwa ikan yang lebih kecil lebih cepat kecepatan laju respirasinya jika dibandingkan dengan ikan yang ukurangnya libeh besar. Hal ini disebabkan karena ikan yang berukuran kecil memiliki tekanan pemberat badan lebih tinggi. Untuk mempertahankan badan (tubuhnya) supaya tetap berada (mengapung) di air adalah dengan cara banyak melakukan respirasi. Pada saat melakukan respirasi, mlut ikan akan tertuptup sedangkan operculum akan membukan. Oksigen pada proses respirasi pada ikan akan masuk secara difusi. Sedangkan pengiatan oksigen (O2) pada ikan terjadi di dalam insang, tepatnya pada bagian lamella-lamella insang ikan.
            Berdasarkan suhu biasa (270C) diperoleh hasil bahwa ikan yang paling cepat melakukan respirasi adalah ikan yang berukuran besar, yaitu 74,8 kali. Sedangkan ikan yang sedang yaitu 64,6 dan ikan yang kecil yaitu 60,2. Pada suhu rendah (220C) diperoleh hasil bahwa ikan yang paling cepat melakukan respirasi adalah ikan yang berukurang kecil yaitu 121 kali. Sedangkan ikan yang berukuran sedang yaitu 75,8 kali dan ikan yang berukuran besar yaitu 79,8 kali. Pada suhu tinggi (320C) diperoleh hasil bahwa ikan yang paling cepat melakukan respirasi adalah ikan yang berukuran kecil yaitu 174,8 kali. Sedangkan ikan yang berukuran sedang yaitu 96,2 kali dan ikan yang berukurang besar yaitu 107,6 kali.
            Laju kecepatan respirasi pada suhu rendah (220C) seharusnya kecepatan respirasinya juga lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada suhu rendah (220C) memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi dan oksigen lebih cepat didapatkan. Sedangkan laju kecepatan respirasi pada suhu tinggi (320C) seharusnya kecepatan respirasinya lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena ada suhu tinggi (320C) meiliki kadar oksegen yang lebih rendah, sehingga melakukan aktivitas yang lebih sedikit karena susah untuk mendapatkan energi.
 
IX.    Simpulan                          :
1.      Faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi pada ikan terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.
2.      Laju kecepatan respirasi pada ikan mas koki yang berukuran besar lebih cepat daripada ikan mas koki yang berukuran sedang ataupun kecil.
3.      Laju kecepatan respirasi ikan yang berukuran besar lebih cepat pada suhu biasa (270C), yaitu 74,8 kali.
4.      Laju kecepatan respirasi ikan yang berukuran kecil lebih cepat pada suhu rendah (220C), yaitu 121 kali.
5.      Laju kecepatan respirasi ikan yang berukuran kecil juga lebih cepat pada suhu tinggi (320C), yaitu 174, 8 kali.





PERCOBAAN : V
 I.            Judul Praktikum            : Tolerasi Hewan Terhadap Salinitas
 II.         Tanggal Praktikum        : 16 Desember 2014
  III.      Tujuan Praktikum         : 1.   Untuk mengetahui rentang toleransi hewan air
tawar berupa ikan (vertebrata) dan planaria/lintah (invertebrate) terhadap salinitas air.
2.      Untuk mengidentifikasi gejala-gejala fisiologi
dan perilaku hewan yang berhubungan dengan efek perubahan salinitas.

IV.    Dasar Teori                     :
            Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmose. Hal ini penting dilakukan, terutama oleh organism perairan, karena: harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkunga; Membran sel yang permeable merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat; Serta karena adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.[17]
            Hewan akuatik yang hidup di perairan air tawar tekanan osmotik tubuhnya lebih rendah dari lingkungannya dan cenderung masuk ke dalam tubuhnya dengan demikian mereka harus mengeluarkan banyak cairan dari tubuhnya. Sebaliknya hewan akuatik yang hidup di air laut tekanan osmotik tubuhnya lebih tinggi dari lingkungannya, sehingga mereka beresiko kehilangan air terus menerus terutama pada ikan melalui membrane insang dan urin. Maka ikan air laut harus banyak minum air tetapi bersamaan dengan itu mereka meminum garam yang harus dikeluarkan secara aktif dari tubuhnya. [18]
            Invertebrata laut pada umunya isotonik terhadap lingkungan mereka dan merupakan osmokonformer. Mereka tidak memiliki mekanisme yang khusus untuk memindahkan air, tetapi mereka mengatur kandungan garamnya sehingga berbeda dengan kandungan air laut. Mereka memiliki pompa seluler dan beberapa impermeabel terhadap garam. Spesies yang diam di tepi pantai serta estuari mengatur keseimbangan air. Beberapa menyerap air lebih ketika air laut mengencer, bahkan ada yang menambah ukuran selnya untuk mempertahankan keadaan isotonik.[19]
            Perubahan kadar salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan akan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Apabila salinitas semakin tinggi ikan berupaya terus agar kondisi homeostasis dalam tubuhnya tercapai hingga pada batas toleransi yang dimilikinya. Kerja osmotik memerlukan energi yang lebih tinggi pula.[20] 

V.     Alat dan Bahan               :
a.      Alat                            :
1.      Gelas beker 200 ml
2.      Tabung ukur
3.      Pipet tetes
4.      Pinset
5.      Stopwatch
6.      Kertas label

b.      Bahan                        :
1.      Aquadest
2.      Larutan Nacl (konsentrasi 1%, 3%, 5%, 7% dan 9%)
3.      Ikan kepala timah
4.      Planaria /lintah

VI.   Cara Kerja                       :
1.      Disediakan hewan percobaan (ikan dan lintah) masing-masing 24 ekor.
2.      Disediakan 6 gelas beker dengan volume dan bentuk yang sama lalu diisi dengan medium dan diberi kode pada kelas beker sesuai dengan perlakuan.
3.      Dimasukkan 4 ekor hewan percobaan ke dalam gelas beker yang berbeda sesuai urutan perlakuan lalu dibiarkan selama 10 menit.
4.      Dilakukan observasi dan pencatatan sebagai berikut:
a.       Parameter yang diamati pada ikan
·         Pergerakan: skor 1 jika kurang aktif, 2 jika normal dan 3 jika sangat aktif
·         Frekuensi pergerakan operculum per menit (diamati satu ekor juga untuk masing-masing perlakuan)
·         Persentase jumlah individu yang hidup setelah 2 jam perlakuan
·         Gejala-gejala pengeluaran secret setelah akhir percobaan (ada lender atau tidak) dan gejala pendarahan atau bleeding pada permukaan tubuh, sirip, insang dan mata.
·         Tingkat kekeruhan air setelah akhir percobaan (jernih skor 0, agak keruh skor 1, keruh skor 2, sangat keruh 3)
b.      Parameter yang diamati pada planaria/lintah
·         Pergerakan: skor 1 jika kurang aktif, 2 jika normal dan jika sangat aktif
·         Persentase individu yang hidup selama 2 jam perlakuan
·         Gejala-gejala pengeluaran secret setelah akhir percobaan





IX.        Hasil Pengamatan             :
Gambar          : Lintah (Hirudo meicinalis)
Keterangan

1.      Gelas beker
2.      Lintah
3.      Air










Gambar          : Ikan pantau (Poecilia
reticulate)
Keterangan

1.      Gelas beker
2.      Ikan pantau
3.      Air










Tabel 5.1 Parameter Pada Ikan
No
Parameter Kuantitatif/ Semikuantitatif
Perlakuan
Aquadest
1%
3%
5%
7%
9%
1
Pergerakan
1
2
2
1
1
1
2
Persentase gerak operkulum/menit
179
87
87
51
-
-
3
Persentase survival individu (%)
100%
100%
25%
0%
0%
0%
4
Tingkat kekeruhan
-
0
2
2
2
2

Tabel 5.2 Parameter Pada Ikan
No
Parameter Kuantitatif
Perlakuan
Aquadest
1%
3%
5%
7%
9%
1
Pengeluaran secret/lender
-
+
+
+
+
+
2
Pendarahan di insang
-
-
-
-
-
-
3
Pendarahan di sirip
-
-
-
-
-
-
4
Pendarahan di mata
-
-
-
-
-
-
5
Pendarahan di tubuh
-
-
-
-
-
-

Tabel 5.3 Parameter Pada Lintah
No
Parameter Kuantitatif/ Semikuantitatif
Perlakuan
1%
3%
5%
7%
9%
1
Pergerakan
1
2
3
3
3
2
Persentase survival individu (%)
100%
0%
0%
0%
0%
3
Tingkat kekeruhan
1
1
2
2
3
4
Sekresi secret/lendir
+
+
+
+
+


VIII. Pembahasan                 :
Berdasarkan haasil pengamatan dapat diketahui bahwa setiap hewan air melakukan proses osmoregulasi untuk mencapai keseimbangan antara kadar ion/larutan dalam tubuh dengan lingkungan disekitarnya, guna untuk dapat mempertahankan kehidupan. Setiap hewan air mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mencapai keseimbangan (homeostasis). Setiap proses osmoregulasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat hewan tersebut hidup.
            Ikan kepala timah (Aplochaeilus panchax) dan lintah (Hirudina medicinalis) merupakah hewan yang hidup di air payau dengan kadar salinitas yang rendah, sehingga ketika diberi perlakuan dengan kadar salinitas lebih tinggi maka akan terlihat reaksi yang berbeda dari bentuk normalnya. Pada ikan, perbedaan tersebut terlihat pada pergerakan, gerak operculum, tingkat kehidupan dan secret, begitu juga pada lintah cuma tidak ada gerak operculum padanya. Pada percobaan akan dibentuk tingkat salinitas yang berbeda-beda, yaitu 1%, 3%, 5%, 7% dan 9%.
            Proses perbedaan pada ikan dimulai dari pergerakan, pada konsentrasi tinggi pergerakan ikan semakin lambat, ini dipengaruhi oleh kadar salinitas yang tinggi. Pada pergerakan operculum semakin tinggi konsentrasi salinitas makan semakin rendah pergerakan operculum ikan dikarenakan ikan tidak bias melakukan terlalu banyak pernafasan, guna untuk mempertahankan kadar garam pada tubuh ikan tersebut. Pada sulvival individu (%) semakin tunggi kadar salinitas maka semakin banyak dan semakin cepat ikan mati, ini dikarenakan ikan tidak sanggup beradaptasi dengan lingkungannya. Pada rentang waktu 2 jam, ikan pada konsentrasi 5 %, 7% dan 9% semuanya mati, yang tersisa pad konsentrasi 1% (100% atau hidup semua) dan 3% (25% atau satu hidup).
            Perbedaan antara normal dengan yang telah diberi perlakuan pada lintah dimulai dari pergerakan, pada konsentrasi 1% lintah bergerak normal, 3% bergerak sangat aktif sedangkan pada konsentrasi 5%, 7% dan 9% kecepatan bergerak begitu cepat menurun, ini disebabkan daya tahan tubuh yang tidak sanggup beradaptasi dengan kadar salinitas tinggi bahkan dalam rentang waktu 10 menit, ketiga lintah tersebut mati semua. Pengeluaran secret atau lendir pada lintah, semakin tinggi konsentrasi semakin banyak secret yang dikeluarkan, dikarenakan lintah mempertahankan hidupnya dengan mengeluarkan lendir dari lapisan kulitnya. Semakin banyak lendir yang dikeluarkan, semakin tinggi tingkat kekeruhan air tersebut. Dalam rentang waktu 2 jam, hanya lintah yang pada konsentrasi 1% saja yang hidup yaitu 100% (hidup kedua-duanya).
X.          Simpulan                       :
1.      Kadar salinitas sangat mempengaruhi fisiologi dan morfologi pada ikan dan lintah
2.      Tujuan dilakukan proses osmoregulasi pada perairan untuk mencapai keseimbangan (homeostasis)
3.      Semakin tinggi konsentrasi atau kadar salinitas, semakin rendah atau lambat respirasi pada ikan
4.      Semakin tinggi kadar salinitas maka semakin cepat pula mati hewan perairan
5.      Setiap hewan perairan mempunyai rentang waktu bertahan yang berbeda-beda terhadap kadar salinitas yang berbeda-beda pula.









PERCOBAAN :VI
I.         Judul Praktikum             : Sel Darah Merah pada Berbagai Konsentrasi Garam
II.       Tanggal Praktikum         : 23 Desember 2014
III.    Tujuan Praktikum          : Untuk mengetahui berbagai bentuk sel darah merah 
                                             pada perbedaan konsentrasi larutan

IV.    Dasar Teori                      :
Darah adalah suatu jaringan bersifat cair. Sel-sel darah merah yang paling banyak jumlahnya. Wanita normal mempunyai kira-kira 4,5 juta sel-sel ini dalam setiap milimeter kubik darah. Pada laki-laki normal, rata-rata jumlahnya agak tinggi kira-kira 5 juta. Meskipun demikian nilai-nilai ini dapat turun naik dalam suatu kisaran yang luas sekali, tergantung pada faktor-faktor seperti ketinggian tempat seseorang hidup.[21]
Darah merupakan unsur berupa cairan dalam tubuh manusia, yang berperan penting dalam mekanisme kerja tubuh yang berfungsi sebagai medium atau transportasi massal jarak jauh berbagai bahan antara sel dan lingkungan eksternal atau antara sel-sel itu sendiri, dimana transportasi semacam itu penting untuk memelihara homeostatis. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu perdua cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah.[22]
Sel darah merah memiliki bentuk umum menyerupai cakram dengan tengah yang cekung. Efek pencahayaannya menimbulkan beberapa sel darah merah terlihat terang pada bagian tengahnya seperti donat. Pada beberapa sel, bagian tengahnya yang terang terlihat sangat luas dan melingkupi sebagian besar sel, bahkan terlihat pecah. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam pengolahan.[23]
Eritrosit (sel darah merah) didalamnya terdapat hemoglobin yang berfungsi mengikat O2, membawa O2 dari paru-paru ke jaringan, dan membawa CO2 dari jaringan ke paru-paru untuk di keluarkan melalui jalan pernapasan. Jumlah hemoglobin secara normal dalam masing-masing sel adalah mengadung rata-rata 15 gram dan tiap gram mampu mengikat 1,39 ml O2. Pada orang normal hemoglobin dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.[24]
V.      Alat dan Bahan              :
a.       Alat                            :
1.      Tabung reaksi
2.      Pipet tetes
3.      Mikroskop
4.      Gelas beker
b.      Bahan                                    :
1.      Anti koagulan
2.      NaCL 0,3 %, 0,4 %, 0,7%, 0,8%, 0,9%, 1,3% dan 2%.
3.      Darah ternak ( manusia, sapi, kambing dan ayam)

VI.        Cara Kerja       :
1.      Dimasukkan kedalam enam buah tabung reaksi masing-masing berisi NaCL 0,3%, 0,4%,0,7%,0,8%,0,9%,1,3%, dan 2%.
2.      Diteteskan darah dalam tiap-tiap tabung reaksi sebanyak 1,5 cc.
3.      Setelah 30 menit diambillah setetes darah dari tiap-tiap tabung kemudian diteteskan pada objek gelas.
4.      Diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah sampai pembesaran kuat.
5.      Digambarkan bentuk sel darah merah serta dibandingkan bentuk sel darah merah pada berbagai konsentrasi.
6.      Disimpulkan peristiwa yang terjadi pada sel darah merah.

VII.     Hasil Pengamatan        :
Gambar          : Bentuk Sel Darah Normal
Pembesaran   : 10 x 10
Keterangan

1.      Plasma darah
2.      Sel darah merah











Gambar          : Bentuk Sel Darah Hemolisis
Pembesaran   : 10 x 10
Keterangan

1.      Plasma darah
2.      Sel darah merah










Gambar          : Bentuk Sel darah Krenasi
Pembesaran   : 10 x 10
Keterangan

1.      Plasma darah
2.      Sel darah merah










Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Sel Darah Merah
Jenis Darah
0,3%
0,4%
0,7%
0,8%
0,9%
1,3%
2%
Manusia
K
Ayam
H
H
Kambing
H
Sapi
H
N

Keterangan:
1.      H      = Hemolisis
2.      K      = Krenasi
3.      N      = Normal



Gambar                        : Darah Hewan


















Keterangan:
1.      Rak tabung reaksi
2.      Tabung reaksi
3.      Darah + larutan NaCl

VIII.  Pembahasan                 :
          Berdasarkan hasil pengamatan dapat di ketahui bahwa darah merupakan cairan yang bersikulasi dalam tubuh manusia dan vertebrata yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang di butuhkan oleh jarigan tubuh,serta mengangkut bahan bahan kimia hasil metabolisme.Darah terdiri atas 2 komponen yaitu plasma darah dan sel-sel darah.sel darah merah (eritrosit)umumnya berwarna merah karena memiliki hemoglobin( HB),sebagai zat konkof.namun bentuk sel darah merah dapat berubah ketika adanya perlakuan pada darah.
          Sel darah merah yang mengalami gangguan dapat mengalami perubahan bentuk yaitu bisa hemolosis maupun krenasi.Hemolisis adalah keadaan dimana membran sel darah merah mengalami kerusakan yang di karenakan tekanan osmotik di luar sel lebih rendah (Hepotonik),sehinga menyebabkan larutan di luar masuk kedalam sel,akibatnya dari peristiwa ini lama kelamaan sel akan mengalami lisis (pecah).krenasi adalah dimana keadaan sel menjadi mengkerut karena takana di luar sel lebih tinggi (hipertonik) di bandingkan tekanan osmotik di dalam sel,Hal ini akan menyebabkan cairan di dalam sel keluar maka terjadilah krenasi (mengkerut).
          Hasil pengamatan pada perlakuan sel darah merah yang ditambahkan dengan larutan Nacl yang berkonsentrasi 0,3%, 0,4%, 0,7%, 0,8%, 0,9%, 1,3%, dan 2% di peroleh perubahan bentuk sel darah merah.ketika sel darah sapi yang di tambah Nacl 0,9% di peroleh hasil bentuk sel darah merah tetap dengan bentuk nomal (bikonkaf). Hal ini dikarenakan laruta Nacl 0,9% bersifat isotonik yaitu dimana tekanan osmatik di luar sel sama dengan takanan osmotik di dalam sel sehingga tidak terjadi perubahan bentuk.
          Hasil pengamatan pada sel darah merah ayam yang di tambahkan Nacl berkonsentrasi 0,3% dan 0,7%, sel darah merah kambing dan sapi dengan Nacl 0,4% di peroleh bentuk sel darah merah yaitu hemlisis.Dimana bentuk sel darah merah menjadi mengembang,Hal ini di karenakan larutan di luar sel bersifat hipotonik sehingga larutan di luar masuk kedalam sel.Pada darah anusia yang di tammbahkan larutan Nacl 2% dipeoleh bentuk sel darah merah yaitu krenasi (mengkerut). Hal ini di karenakan tekana osmotik di luar seL bersifat hipertonik (lebih tinggi) di bandingkan di dalam sel,sehingga menyababkan cairan didalam sel darah merah keluar maka sel darah mengalami krenasi (mengkerut).

IX.        Simpulan                      :
1.      Peristiwa perubahan  bentuk pada sel darah merah bisa mengalami hemolisis dan krenasi.
2.      Perubahan bentuk pada sel darah merah di pengaruhi oleh keadaan hipertonik maupun hIpotonik.
3.      Sel darah merah tidak berubah bentuk pada konsentrasi Nacl 0,9%, karena sifatnya isotonik.
4.      Hemolisis terjadi pada konsentrasi larutan Nacl  dibawah 0,9%
5.      Krenasi terjadi pada konsentrasi larutan Nacl diatas 0,9%

PERCOBAAN : VII
I.          Judul Praktikum           : Kontraksi Otot Rangka pada Berbagai Intensitas
Rangsang (Rangsang Tunggal dan Rangsang
Berturut-turut)
II.       Tanggal Praktikum       : 30 Desember 2014
III.    Tujuan Praktikum        : Mempelajari dan memahami respon otot rangka
                                         terhadap rangsang tunggal dengan intensitas yang
                                         berbeda dan pemberian dua rangsang berturut-turut.

IV.    Dasar Teori                    :
            Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada mahkluk hidup. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu : eksternal, internal dan basis cairan (rangka hidrostatik). Walaupun sistem rangka hidrostatik dapat dikelompokkan secara terpisah dari dua jenis lainnya karena tidak adanya struktur penunjang. Rangka manusia dibentuk dari tulang tunggal atau gabungan ( seperti tengkorak) yang ditunjang oleh sstruktur lain seperti ligament, tedon, otak dan organ lainnya.[25]
            Kelelahan adalah suatu fenomena fisiologsi, suatu proses terjadinya keadaan penurunan toleransi terhadap kerja fisik. Penyebabnya sangat spesifik tergantuk pada karakteristik kerja tersebut. Penyebab kelelahan dapat ditinjau dari aspek anatomi berupa kelelahan sistem saraf pusat neuromaskular dan otot rangka, dan aspek fungsi berupa kelelahan elektrokimia, metabolic, berkurangnya substrat energy hiper / hipotemia dan dehidrasi.[26]
            Kemampuan kerja otot berupa kekuatan, umumnya yaitu kemampuan maksimum otot menghasilkan gaya pada suatu kontraksi otot yang disebut muscle setengah dan daya tahan otot dalam mempertahankan kontraksi (kerja otot) yang disebut sebagai muscle endurance.[27]
            ATP merupakan satu-satunya sumber energi yang dapat secara langsung digunakan untuk aktivitas otot. Pada saat berkontraksi ATP menempel pada filament meosin untuk meyediakan energi yang diperlukan untuk menarikbfilamen aktin.dalam keadaan tersebut energi kimia pada glukosa diubah menjadi energy kinetic (gerak). [28]

V.       Alat dan Bahan              :
a.      Alat                            :
1.      Alat bedah
2.      Alat dekapasi
3.      Kimograf
4.      Pipa
b.      Bahan                        :
1.      Larutan ringer
2.      Katak (Rana esculenta)
3.      Rak bedah
4.      Gelas beker 100 ml
5.      Jarum sonde
6.      Benang kasur

VI.    Cara Kerja                     :
1.      Dipotong kepala katak dengan alat dekapasi. Kemudian sumsum tulang ditusuk dengan sonde agar lemas.
2.      Kaki belakang katak dibedah dan otot gastronemius diisolasi. Kemudian tendon Achilles diikat dengan benang dan diletak pada tempat pada tempat preparat pada alat kemograf.
3.      Dengan memakai jarum dihubung satu ujung otot dengan perspes bakh dan ujung yang lain dengan horizontal waiting lever.
4.      Ditempatkan elektroda pada otot gastronemius otot tersebut harus selalu disiram dengan larutan ringer.

VII.    Hasil Pengamatan                    :
Gambar          : Katak Utuh (Rana esculenta)
Keterangan

1.      Mulut
2.      Mata
3.      Kepala
4.      Tungkai depan
5.      Tungkai belakang
6.      Otot




Gambar          : Katak (Rana esculenta) yang
dipotong kakinya
Katerangan

1.      Mulut
2.      Mata
3.      Kepala
4.      Tungkai depan
5.      Tungkai belakang
6.      Otot






VIII.       Pembahasan                          :
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sistem rangka merupakan suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada mahkluk hidup. Kemampuan kerja otot berupa kekuatan umumnya yaitu kemampuan maksimum otot menghasilkan gaya pada suatu kontraksi otot. Rangsangan pada otot dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu : rangsang mekanik (pijitan, pukulan, tarikan dll), rangsang kimia (larutan asam dan larutan basa) dan rangsang panas ( keadaan yang bersifat panas dan dingin).
Pengamatan dilakukan pada spesies katak (Rana esculenta) untuk melihat kontraksi pada katak menggunakan ukuran volt yang berbeda-beda yaitu dari terkecil 3 volt kemudian 4,5 volt sampai dengan 7,5 volt.
Hasil pengamatan didapat pada rangsangan mekanik yaitu adanya rangsngan tunggal yaitu mengalami sekali kontraksi dan sekali relaksasi. Sedangkan secra berturut-turut yaitu tetap terjadi kontraksi seperti biasa tapi lama-kelamaan otot tidak bisa relaksasi lagi sehingga menyebabkan keram. Sedangkan menggunakan rangsangan kimia menggunakan garam yaitu mekanisme kontraksi yang terjadi secara bertubi-tubi atau dalam waktu lama.
Kontraksi atau rangsangan terjadi pada katak yaitu semakin besar volt yang digunakan semakin tinggi  pula rangsangan yang terjadi. Kontraksi/rangsangan yang terjadi juga berhubungan dengan sel saraf, karena sel saraf juga memberi rangsangan atau berpengaruh pada kontraksi otot, dan sel saraf dan otot saling bekerja sama. Dan reflek yang terjadi dapat berangsang pada sumsum tulang belakang.         





IX.             Simpulan                                :
1.      Sistem gerak merupakan suatu sitem organ yang memberikan dukungan fisik pada mahkluk hidup.
2.      Kontraksi/Rangsangan yang dilakukan pada katak menggunakan ukuran volt yang berbeda-beda yaitu 3 volt, 4,5 volt dan 7,5 volt.
3.      Semakin tinggi volt yang digunakan semakin tinggi pula rangsanagn yang terjadi.
4.      Sel saraf juga member rangsangan atau berpengaruh pada kontraksi otot, karena sel saraf dan otot saling bekerja sama.
5.      Reflek yang terjadi dikarenakan berangsang pada sumsum tulang belakang.
















DAFTAR PUSTAKA
Ajeng Suci Fitria, “Analisis Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila Larasati (Oreochromis Niloticus) F5 D30-D70 Pada Berbagai Salinitas”, Jurnal Of Aquaculture Management and Technology, Vol. 1, No. 1, 2012.
Arthur C. Guyton., Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta: EGC, 1996.
Asrar Fuad Rasfa., Evaluasi Beban Mental Masinis Kereta Api berdasrkan Subjective Wordload Assesment Technique (SWAT) dan Aktivitas Amilase dan Air liur, Jurnal online Institut Teknologi Nasional,Vol.1 No. 4,
Bagod Sudjadi., Biologi Sains dalam kehidupan, Jakarta: Erlangga, 2001.
Bambang Cahyono., Budi Daya Ikan di Perairan Umum, Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Diaz Hartadi, dkk., Simulasi Penghitung Jumlah Sel Darah Merah, Journal Teknik Elektro UNDIP, Vol. 8, No.2, 2004.
Edi Yuwono, dkk., Fisiologi Hewan Air, Jakarta: Sagung Seto, 2001.
Elizabeth J. Corwin., Buku saku Patofisiologi, Jakarta: EGC, 2007.
Ethel Sloane., Anatomi dan Fisiolgi untuk Pemula, Jakarta: EGC, 2003.
Ibrahim, Biologi Umum, Banda Aceh: Bandar Publishing, 2013.
Jenny Sunariani, “Perubahan Konsentrasi IL-1 dan Gustducin Terhadap Rasa Pengecap Pahit Pada Demam”, Jurnal Penelitian Media Eksakta, Vol. 8, No. 3, 2005.
John W. Kimball., Biologi Jilid 2 Edisi Kelima, Jakarta: Erlangga, 1983.
Ketut Widya Astuti, dkk., Difusi Natrium Diklofenak dalam Gel Methocel 400 pada berbagai pH, Jurnal Kimia, Vol. 6, No. 1, 2012.
Laksmi Sulmartini, dkk., Respon Daya Cerna dan Respirasi Benih Ikan Mas (Cryprinus carpio) Pasca Transportasi dengan menggunakan Daun Bandotan (Ageratum conyzoides) sebagai Bahan Antimetabolik, Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, Vol. 1, No. 1, 2009.
Nanik Agustina, dkk., Pengaruh Suhu Perendaman terhadap Keofesien Difusi dan Sifat Fisik Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.), Jurnal Teknik Pertanian Lampung, Vol. 2, No 1, 2013.
Niken,subekti.,Kandungan Bahan Organik dan Akumulasi Mineral Tanah pada Bangunan Sarang Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen, Jurnal Biosatifika, Vol 4 No. 1,
Nur Baiti Sholihah., Identifikasi Penyakit Thypus dengan Ananlisis Citra Darah     Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan, Jurnal Neutrino, Vol.3, No.1, 2010.
Sartje Lantu., “Osmoregulasi Pada Hewan Akuatik”, Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol. 6, No. 1, 2010.
Siti Rudiyanti dan Astri Diana Ekasari., Pertumbuhan dan Survivar Rute Ikan Mas (Cryprinus carpio Linn.) pada berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G, Jurnal Saintek Perikanan, Vol. 5, No. 1, 2009.
Sri Yuliani Handoyo., Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Syaifuddin., Fisiologi Tubuh Manusia, Jakarta: Salemba Medika, 2011
Yuliati, dkk., Perbedaan Persepsi Pengecap Rasa Asin Antara Usia Subur dan Usia Lanjut, Jurnal Ilmu Faal Indonesia, vol. 6, No. 3, 2007.
Yushinta Fujaya., Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Tehnik Perikanan, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.



[1]  Arthur C. Guyton., Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, (Jakarta: EGC, 1996), hal. 33-34.
[2] Nanik Agustina, dkk., Pengaruh Suhu Perendaman terhadap Keofesien Difusi dan Sifat Fisik Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.), Jurnal Teknik Pertanian Lampung, Vol. 2, No 1, 2013, hal. 40.
[3] Ketut Widya Astuti, dkk., Difusi Natrium Diklofenak dalam Gel Methocel 400 pada berbagai pH, Jurnal Kimia, Vol. 6, No. 1, 2012, hal. 19-20.
[4] Ethel Sloane., Anatomi dan Fisiolgi untuk Pemula, (Jakarta: EGC, 2003), hal. 42-43.
[5] Bagod Sudjadi., Biologi Sains dalam Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 2001), hal.  5.

[6] Elizabeth J. Corwin., Buku saku Patofisiologi, (Jakarta: EGC, 2007), hal 590.
[7] Asrar Fuad Rasfa., Evaluasi Beban Mental Masinis Kereta Api berdasrkan Subjective Wordload Assesment Technique (SWAT) dan Aktivitas Amilase dan Air Liur, Jurnal online Institut Teknologi Nasional, Vol. 1 No. 4, hal 3.
[8] Niken Subekti., Kandungan Bahan Organik dan Akumulasi Mineral Tanah pada Bangunan Sarang Rayap Tanah Macrotermes Gilvus Hagen, Jurnal Biosatifika, Vol. 4, No. 1, hal 11.
[9] Ibrahim, Biologi Umum, (Banda Aceh: Bandar Publishing, 2013), hal. 107. 
[10] Jenny Sunariani, “Perubahan Konsentrasi IL-1 dan Gustducin Terhadap Rasa Pengecap Pahit Pada Demam”, Jurnal Penelitian Media Eksakta, vol. 8, No. 3, 2005, hal. 159.
[11] Yuliati, dkk, “Perbedaan Persepsi Pengecap Rasa Asin Antara Usia Subur dan Usia Lanjut”, Jurnal Ilmu Faal Indonesia, Vol. 6, No. 3, 2007, hal. 182.
[12] Sri Yuliani Handoyo, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 312.
[13] Yushinta Fujaya., Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Tehnik Perikanan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 103-115.
[14] Bambang Cahyono., Budi Daya Ikan di Perairan Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal. 41-42.
[15] Laksmi Sulmartini, dkk., Respon Daya Cerna dan Respirasi Benih Ikan Mas (Cryprinus carpio) Pasca Transportasi dengan menggunakan Daun Bandotan (Ageratum conyzoides) sebagai Bahan Antimetabolik, Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, Vol. 1, No. 1, 2009, hal. 84-85.
[16] Siti Rudiyanti dan Astri Diana Ekasari., Pertumbuhan dan Survivar Rute Ikan Mas (Cryprinus carpio Linn.) pada berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G, Jurnal Saintek Perikanan, Vol. 5, No. 1, 2009, hal. 46.
[17] Yushinta Fujaya, Fisiologi Ikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 75. 
[18] Edi Yuwono, dkk, Fisiologi Hewan Air, (Jakarta: Sagung Seto, 2001), hal. 45. 
[19] Sartje lantu, “Osmoregulasi Pada Hewan Akuatik”, Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol. 6, No. 1, 2010, hal. 49.
[20] Ajeng Suci Fitria, “Analisis Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila Larasati (Oreochromis Niloticus) F5 D30-D70 Pada Berbagai Salinitas”, Jurnal Of Aquaculture Management and Technology, Vol. 1, No. 1, 2012, hal. 10.
[21] John W. Kimball., Biologi Jilid 2 Edisi Kelima, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal 515-516.
[22] Diaz Hartadi, dkk., Simulasi Penghitung Jumlah Sel Darah Merah, Journal Teknik Elektro UNDIP, Vol. 8, No. 2, Desember 2004, hal.3.
[23] Nur Baiti Sholihah., Identifikasi Penyakit Thypus dengan Ananlisis Citra Darah Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan, Jurnal Neutrino, Vol. 3, No. 1, Oktober 2010, hal 56.
[24] Syaifuddin., Fisiologi Tubuh Manusia, (Jakarta: Salemba Medika, 2011), hal. 26.
[25] Albertus Bobby Irawan., Pembelajaran Biologi Mengenai Rangka Manusia, Jurnal Seminar Riset Unggulan Nasional Informatika dan Komputer FTI, Vol.2, No.1, Maret 2013. hal 3.
[26]  Fanny Septiani, Peran H dalam Menimbulkan Kelelahan Otot : Pengaruhnya pada Sediaan Otot Rangka (Rana sp.), Jurnal Artikel Penelitian, Vol.60, No.4, april 2004, hal 178.
[27] Bloom, dkk., Histologi, (Jakarta: Erlangga, 1994), hal 41.
[28] Suprianto., Biologi 2, (Semarang: Aneka Ilmu, 2000), hal 72.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar